Minggu, 27 Januari 2013

Efektivitas Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Dalam Pembelajaran Matematika Pada Siswa Kelas VIIG SMP Nasional Makassar


A. Latar Belakang Masalah
Tujuan pendidikan nasional pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional yang dituangkan dalam kurikulum pendidikan nasional yang berbunyi : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab, undang-undang sisdiknas No 20 tahun 2003 (2007:98). Dalam upaya untuk memajukan suatu kehidupan bangsa dan negara sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan maka didalamnya terjadi proses pendidikan atau proses belajar mengajar akan memberikan pengertian pada pandangan dan penyesuaian bagi seseorang atau siterdidik kearah kematangan dan kedewasaan. Dengan proses ini akan membawa pengaruh terhadap perkembangan jiwa dan potensi seseorang peserta didik kearah yang lebih dinamis baik terhadap bakat atau pengalaman, moral, intelektual, maupun fisik. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya salah satunya pada mata pelajaran matematika. Karena matematika dipandang sebagai mata pelajaran yang memegang peranan penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Berdasarkan hasil observasi di kelas VIIG SMP Nasional Makassar, hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika masih dalam tataran yang sangat rendah. Nilai-nilai yang diperoleh dari kelas VIIG baik dari nilai tugas harian dan ulangan harian ternyata masih ada sebagian siswa yang belum mencapai nilai KKM yang telah ditetapkan di sekolah. Pemahaman siswa yang rendah antara lain disebabkan karena pada umumnya dalam proses pembelajaran yang diterapkan di SMP masih cenderung bersifat konvensional dengan hanya mendengar ceramah, tanya jawab, pemberian tugas dan pembelajarannya didominasi oleh guru dan sedikit melibatkan siswa. Sehingga siswa menjadi cepat bosan dan malas dalam mengikuti materi pelajaran. Selain itu interaksi antara guru dan siswa selama proses pembelajaran sangat minim. Akibatnya penguasaan mereka terhadap materi yang diberikan tidak tuntas. Dengan demikian aktifitas belajarnya menjadi rendah. Hal tersebut berimplikasi langsung pada proses pembelajaran di kelas yaitu pada situasi kelas akan menjadi pasif karena interaksi hanya berlangsung satu arah serta guru kurang memperhatikan dan memanfaatkan dan potensi-potensi siswa serta gagasan mereka sebagai daya nalar (Widiana, 2006). Untuk dapat memahami suatu konsep atau teori dalam matematika bukanlah suatu pekerjaan mudah. Sehingga untuk mempelajari matematika dengan baik diperlukan aktivitas belajar yang baik. Untuk mengatasi kelemahan dalam model pembelajaran Konvensional maka guru dituntut untuk dapat berkreasi dalam menetapkan pendekatan pembelajaran yang tepat. Salah satu pendekatan pembelajaran yang cocok dalam pembelajaran adalah pendekatan RealisticMathematics Education (RME). Pembelajaran dengan pendekatan RealisticMathematics Education (RME) merupakan salah satu tipe pembelajaran yang terkait dengan dunia nyata dimana dalam pendekatan pembelajaran ini menekankan pada pemahaman konsep dan pemecahan masalah dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Hal ini perlu dilakukan agar siswa bisa aktif dalam proses pembelajaran. Adanya perbedaan dari kedua model pembelajaran tersebut sangat menentukan efektifitas suatu pembelajaran dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian tentang “Efektifitas Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas VIIG SMP Nasional Makassar”.

B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) efektif dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas VIIG SMP Nasional Makassar?”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pendekatan RealisticMathematics Education (RME) dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas VIIG SMP Nasional Makassar.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

  1. Bagi siswa, dapat menambah pengetahuan terhadap konsep matematika serta dapat mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari. 
  2. Bagi Guru, sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan model atau pendekatan dalam pembelajaran yang tepat sehingga dapat menunjang prestasi belajar siswa. 
  3. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan untuk memperbaiki strategi pembelajaran khususnya sekolah tempat penelitian berlangsung.
  4. Bagi peneliti, dapat memberikan informasi bagi yang ingin melaksanakan penelitian lanjutan.
E. Tinjauan Pustaka
1. Efektifitas 
Dalam kamus Inggris-Indonesia karangan Echols dan Shadily (1977: 207), efektivitas berasal dari kata “effective”, yang artinya “berhasil” atau “ditaati”. Efektivitas (berjenis kata benda) berasal dari kata dasar efektif (kata sifat). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga tahun 2003, halaman 284 yang disusun oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan nasional, efektif adalah: (1) ada efeknya (akibatnya, pengaruh, kesannya), (2) manjur atau mujarab, (3) dapat membawa hasil; berhasil guna, (4) mulai berlaku. Sementara itu, efektivitas memiliki pengertian ‘keefektifan’. Keefektifan adalah: (1) keadaan berpengaruh; hal berkesan, (2) kemanjuran; kemujaraban, (3) keberhasilan, (4) hal mulai berlakunya. Hidayat (1986) mengatakan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai makin tinggi efektivitasnya. Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa pengertian efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penekanan efektifitas pada penelitian ini adalah sejauh mana keberhasilan pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) pada pencapaian tujuan pembelajaran. Efektifitas pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) didukung oleh empat komponen keefektifan, yaitu: (1) hasil belajar siswa atau ketuntasan klasikal, (2) aktivitas siswa, (3) respon siswa, dan (4) aktivitas guru.
2. Belajar 
Pengertian belajar dapat kita temukan dalam berbagai sumber atau literatur. Meskipun kita melihat ada perbedaan-perbedaan di dalam rumusan pengertian belajar tersebut dari masing-masing ahli, namun secara prinsip kita menemukan kesamaan-kesamaannya. Burton, dalam sebuah buku “The Guidance of Learning Avtivities”, merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan invidu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Winkel (1996: 53) seorang kognitivis, menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Illeris (2000) dan Ormorod (1995) seperti yang dikutip Wikipedia (diakses 2 September 2009) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang membawa bersama-sama pengaruh dan pengalaman kognitif, emosional, dan lingkungan untuk memperoleh, meningkatkan atau membuat perubahan di dalam pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan cara pandang (world views) dari seseorang. Ternyata ada suatu benang merah yang dapat ditarik dari berbagai pemaknaan mengenai belajar, bahwa belajar merujuk kepada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi atau perubahan struktur kognitif seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu, hasil interaksi aktifnya dengan lingkungan atau sumber-sumber pembelajaran yang ada di sekitarnya.
3. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Menurut Duffy dan Roehler (1989) pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimilki guru untuk mencapai tujuan kurikulum. Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadia-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa (Winkel, 1991). Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. (Gagne dan Briggs 1979:3) Proses pembelajaran dialami setiap orang sepanjang hayat serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran merupakan interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Pada dasarnya Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan , guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Di dalam pembelajaran dapat berlangsung dengan atau tanpa hadirnya guru. Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi.
4. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Salah satu komponen yang menentukan ketercapaian kompetensi adalah strategi matematika, yang sesuai dengan (1) topik yang sedang dibicarakan, (2) tingkat perkembangan intelektual siswa, (3) prinsip dan teori belajar, (4) keterlibatan siswa secara aktif, (5) keterkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari, (6) pengembangan dan pemahaman penalaran matematis. Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Van de Henvel-Panhuizen, bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari, maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika. Ausubel (Suparno, 2001) menyatakan bahwa pembelajaran secara bermakna adalah pembelajaran yang lebih mengutamakan proses terbentuknya suatu konsep daripada menghafalkan konsep yang sudah jadi. Konsep-konsep dalam matematika tidak diajarkan melalui definisi, melainkan melalui contoh-contoh yang relevan dengan melibatkan konsep tertentu yang sudah terbentuk dalam pikiran siswa. Pembelajaran secara bermakna terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka, tidak hanya sekedar menghafal. Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu bentuk kegiatan pembelajaran yang mengutamakan keterlibatan siswa untuk membangun pengetahuan matematikanya dengan caranya sendiri. Dalam kegiatan tersebut guru berperan sebagai fasilitator dan mediator. Sebagai fasilitator, guru menyediakan berbagai sarana pembelajaran yang memudahkan siswa membangun pengetahuan matematikanya sendiri. Sebagai mediator, guru menjadi perantara dalam interaksi antar siswa atau antara siswa dengan ide matematika dan menghindari pemberian pendapatnya sendiri ketika siswa sedang mengemukakan pendapat.
5. Realistic Mathematics Education (RME) atau Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
1) Latar Belakang Pembelajaran Matematika Realistik
PMR pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa yang lalu. Lebih lanjut Soedjadi menjelaskan bahwa yang dimaksud realitas yaitu hal-hal yang nyata atau konkret yang dapat dipahami atau diamati peserta didik lewat membayangkan. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan ini disebut juga kehidupan sehari-hari peserta didik. Menurut Marpaung (2001:3), PMR dilandasi oleh pandangan bahwa siswa harus aktif, tidak boleh pasif. Siswa harus aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika. Siswa didorong dan diberi kebebasan untuk mengekspresikan jalan pikirannya, menyelesaikan masalah menurut idenya, mengkomunikasikannya, dan pada saatnya belajar dari temannya sendiri. Dari uraian di atas, jelas bahwa dalam PMR pembelajaran tidak dimulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat kemudian dilanjutkan dengan contoh-contoh, seperti yang selama ini dilaksanakan di berbagai sekolah. Namun sifat-sifat, definisi dan teorema itu diharapkan seolah-olah ditemukan kembali oleh siswa melalui penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal pembelajaran. Jadi dalam PMR siswa didorong atau ditantang untuk aktif bekerja, bahkan diharapkan dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang diperolehnya.
2) Prinsip pembelajaran matematika realistik
Gravemeijer (1994:90-91), mengemukakan bahwa ada tiga prinsip kunci (utama) dalam PMR. Ketiga prinsip tersebut dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
1. Penemuan kembali secara terbimbing dan proses matematisasi secara progresif (guided reinvention and progressive mathematizing)
Prinsip ini menghendaki bahwa, dalam PMR melalui penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal pembelajaran, dengan bimbingan dan petunjuk guru yang diberikan secara terbatas, siswa diarahkan sedemikian rupa sehingga, seakan-akan siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika, sebagaimana ketika konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika itu ditemukan. Prinsip ini mengacu pada pandangan kontruktivisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer atau diajarkan melalui pemberitahuan dari guru kepada siswa, melainkan siswa sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri pengetahuan itu melalui kegiatan aktif dalam belajar.
2. Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology) 
Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena didaktik, yang menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu materi matematika untuk diajarkan dengan pendekatan PMR, didasarkan atas dua alasan, yaitu: (1) untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi materi itu yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (2) untuk dipertimbangkan pantas tidaknya materi itu digunakan sebagai poin-poin untuk suatu proses matematisasi secara progresif. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa prinsip ke-2 PMR ini menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan materi-materi matematika kepada siswa. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kecocokan masalah kontekstual yang disajikan dengan: (1) materi-materi matematika yang diajarkan dan (2) konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan kembali oleh siswa dalam pembelajaran.
3. Mengembangkan sendiri model-model (self developed models) 
Prinsip ini berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan matematika informal dengan pengetahuan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa. Berbagai model tersebut pada mulanya mungkin masih mirip atau jelas terkait dengan masalah kontekstualnya. Ini merupakan langkah lanjutan dari re-invention dan sekaligus menunjukkan bahwa sifat bottom up mulai terjadi. Model-model tersebut diharapkan akan berubah dan mengarah kepada bentuk yang lebih baik menuju ke arah pengetahuan matematika formal.
Dalam PMR diharapkan terjadi urutan belajar yang bottom up, dengan urutan: “dari situasi nyata” – “model dari situasi itu”-“model ke arah formal” “pengetahuan formal” (Soedjadi, 2001 b: 4). Treffers dan Goffree (Ermayana, 2003 : 8) terdapat dua tipe matematisasi yang dikenal dalam Realistic Mathematic Education (RME) yaitu:
1. Matematika horizontal 
Proses matematika horizontal pada tahapan menengah persoalan sehari-hari menjadi persoalan matematika sehingga dapat diselesaikan atau situasi nyata diubah ke dalam simbol-simbol dan model-model matematika. 2. Matematika vertical
Proses matematika pada tahap penggunaan simbol, lambang kaidah-kaidah matematika yang berlaku secara umum.
3) Karakteristik pembelajaran matematika realistik
Sebagai operasionalisasi ketiga prinsip utama PMR di atas, menurut Freudenthal (dalam Gravemeijer, 1994:114-115), PMR memiliki lima karakteristik, diuraikan sebagai berikut:

  1. Menggunakan masalah kontekstual (the use of context). Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman sebelumnya dan pengetahuan awal yang dimilikinya secara langsung, tidak dimulai dari sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai materi awal dalam pembelajaran harus sesuai dengan realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam kesehariannya yang sudah dipahami atau mudah dibayangkan. Menurut Treffers dan Goffree (dalam Suherman, dkk., 2003:149-150), masalah kontekstual dalam PMR memiliki empat fungsi, yaitu: (1) untuk membantu siswa dalam pembentukan konsep matematika, (2) untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika, (3) untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber dan domain aplikasi matematika dan (4) untuk melatih kemampuan siswa, khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi nyata (realitas). Realitas yang dimaksud di sini sama dengan kontekstual.
  2. Menggunakan instrumen vertikal seperti model, skema, diagram dan simbol-simbol (use models, bridging by vertical instrument). Istilah model berkaitan dengan situasi dan model matematika yang dibangun sendiri oleh siswa (self developed models), yang merupakan jembatan bagi siswa untuk membuat sendiri model-model dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang merupakan keterkaitan antara model situasi dunia nyata yang relevan dengan lingkungan siswa ke dalam model matematika. Sehingga dari proses matematisasi horizontal dapat menuju ke matematisasi vertikal. 
  3. Menggunakan kontribusi siswa (student contribution). Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkontruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai.
  4. Proses pembelajaran yang interaktif (interactivity). Mengoptimalkan proses belajar mengajar melalui interaksi antar siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan sarana dan prasarana merupakan hal penting dalam PMR. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi, penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk pengetahuan matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh siswa. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka melalui proses belajar yang interaktif.
  5. Terkait dengan topik lainnya (intertwining). Berbagai struktur dan konsep dalam matematika saling berkaitan, sehingga keterkaitan atau pengintegrasian antar topik atau materi pelajaran perlu dieksplorasi untuk mendukung agar pembelajaran lebih bermakna. Oleh karena itu dalam PMR pengintegrasian unit-unit pelajaran matematika merupakan hal yang esensial (penting). Dengan pengintegrasian itu akan memudahkan siswa untuk memecahkan masalah. Di samping itu dengan pengintegrasian dalam pembelajaran, waktu pembelajaran menjadi lebih efisien. Hal ini dapat terlihat melalui masalah kontekstual yang diberikan.
4) Langkah-langkah pembelajaran matematika realistik Fauzi (2002:) mengemukakan langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR, sebagai berikut:

  1. Langkah pertama: memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.
  2. Langkah kedua: menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.
  3. Langkah ketiga: menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.
  4. Langkah keempat: membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran.
  5. Langkah kelima: menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.
Sintaks Implementasi Matematika Realististik

Aktivitas Guru

  • Guru memberikan siswa masalah kontekstual.
  • Guru merespon secara positif jawaban siswa. Siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan strategi siswa yang paling efektif.
  • Guru mengarahkan siswa pada beberapa masalah kontekstual dan selanjutnya meminta siswa mengerjakan masalah dengan menggunakan pengalaman mereka.
  • Guru mengelilingi siswa sambil memberikan bantuan seperlunya
  • Guru mengenalkan istilah konsep.
  • Guru memberikan tugas dirumah yaitu mengerjakan soal atau membuat masalah cerita beserta jawabannya yang sesuai dengan matematika formal.
Aktivitas Siswa

  • Siswa secara sendiri-sendiri atau kelompok menyelesaikan masalah tersebut.
  • Beberapa siswa mengerjakan di papan tulis. Melalui diskusi kelas, jawaban siswa dikonfrontasikan.
  • Siswa merumuskan bentuk matematika formal.
  • Siswa mengerjakan tugas rumah dan menyerah-kannya kepada guru.
  • Siswa secara sendiri atau kelompok kecil mengerja-kan masalah dengan strategi-strategi informal.
5)Materi Pembelajaran Matematika

  • Bangun Segiempat
F. Kerangka Berfikir
Pelajaran matematika adalah pelajaran yang relatif agak sulit dibandingkan dengan pelajaran yang lain karena pelajaran matematika adalah belajar dalam bentuk melihat, memikirkan, dan memahami ide-ide atau simbol-simbol yang ada dalam struktur matematika dan mengerti serta mampu memanipulasi lambang-lambang yang kompleks menjadi sederhana, sehingga banyak siswa mengalami kesulitan dalam mempelajarinya. Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak ini dapat menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Dalam pembelajaran matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa tentang konsep sangat lemah. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif adalah model pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Model pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai titik awal pembelajaran dimana siswa diberi kesempatan untuk menemukan kembali dan memahami konsep-konsep matematika berdasarkan pada masalah realistik yang diberikan oleh guru. Dengan pembelajaran yang efektif, diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran yang efektif sangat menentukan efektifitas dari pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).

G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Pembelajaran matematika dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) efektif dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas VIIG SMP Nasional Makassar”.

H. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan melibatkan satu kelompok. Kelompok eksperimen dalam penelitian ini adalah kelas yang diajar dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).

I. Tempat dan Waktu
Ujicoba dilaksanakan di SMP Nasional Makassar, dengan responden penelitian adalah siswa kelas VIIG yang terdiri dari 49 siswa dan kelas VB yang terdiri dari 31 siswa. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2009-2010, tepatnya tanggal 11 Januari sampai 5 Februari 2010.

J. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Nasional Makasar pada tahun ajaran 2012/2013. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIIG SMP Nasional Makassar. Pada kelas ini akan diberikan perlakuan berupa diterapkannya pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).

K. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap Tahun Ajaran 2012/2013, dengan tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data.
1. Tahap persiapan
Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah: a. Mempersiapkan perangkat pembelajaran matematika yang berhubungan dengan materi pelajaran. b. Mempersiapkan instrument penelitian. c. Mempersiapkan observer.
2. Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah disusun dalam rencana program pembelajaran.
3. Tahap analisis data
Kegiatan pada tahap ini adalah menganalisis data yang diperoleh dari tahap pelaksanaan. Data-data yang dianalisis adalah data-data yang berupa data kuantitatif maupun data kualitatif.

L. Instrument Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar matematika, lembar pengamatan aktivitas siswa, lembar aktivitas guru selama pembelajaran, dan respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran melalui angket.
1. Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar (THB) digunakan untuk memperoleh informasi tentang penguasaan siswa terhadap materi setelah pembelajaran berlangsung. Dalam penelitian ini tes hasil belajar dilaksanakan dalam satu waktu yaitu post-test. Post-test digunakan untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa setelah diberikan perlakuan. Pemberian skor pada hasil tes ini menggunakan skala berdasarkan teknik kategorisasi standar yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Sanimbar, 2011) yaitu: a. Kemampuan 85 % - 100 % atau skor 85 – 100 dikategorikan sangat tinggi. b. Kemampuan 65 % - 84 % atau skor 65 – 84 dikategorikan tinggi. c. Kemampuan 55 % - 64 % atau skor 55 – 64 dikategorikan sedang. d. Kemampuan 35 % - 54 % atau skor 35 – 54 dikategorikan rendah. e. Kemampuan 0 % - 34 % atau skor 0 – 34 dikategorikan sangat rendah.
2. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Instrumen ini digunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas siswa selama proses pembelajaran matematika dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Informasi yang diperoleh melalui instrumen ini digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan efektifitas suatu pembelajaran.
a. Tugas dan Reaksi Tugas

  1. Keterampilan melaksanakan tugas belajar di rumah.
  2. Keterampilan membuat rangkuman dari tugas yang diberikan.
  3. Keterampilan membuat pertanyaan berkualitas yang dimunculkan (jumlah pertanyaan).
  4. Keterampilan membuat daftar pertanyaan yang berkualitas.
b. Partisipasi Mengawali Pembelajaran.

  1. Keterampilan mengikuti jalannya pembelajaran (proses kesiapan).
  2. Keterampilan mengungkapkan pendapat (bertanya/menjawab pertanyaan).
  3. Keterampilan memecahkan masalah yang ada.
c. Partisipasi dalam Proses Pembelajaran.

  1. Keterampilan bekerja sama dengan teman.
  2. Keterampilan beradaptasi dengan teman.
  3. Keterampilan dalam menjawab pertanyaan (kesiapan).
  4. Keterampilan mengatasi masalah.
  5. Keterampilan dalam memberi kesempatan teman kelompok untuk aktif.
  6. Keterampilan berperan sebagai pemimpin dalam kelompok.
d. Menutup Jalannya Pembelajaran.

  1. Keterampilan merangkum hasil pembelajaran.
  2. Keterampilan menutup kegiatan.
3. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Selama Pembelajaran
Instrumen ini digunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas guru selama proses pembelajaran matematika dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Informasi yang diperoleh melalui instrumen ini kemudian digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan efektifitas suatu pembelajaran. Dalam penelitian ini aspek yang diamati adalah:
  1. Menyampaikan tujuan pembelajaran
  2. Memotivasi siswa
  3. Mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan materi prasyarat
  4. Mempresentasikan materi pokok yang mendukung tugas belajar kelompok dengan cara demonstrasi
  5. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok belajar
  6. Membimbing kelompok dalam bekerja dan belajar.
4. Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran 
Data respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) diperoleh melalui angket. Angket tersebut diisi oleh siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dan selanjutnya data ini digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan efektifitas suatu pembelajaran. Respon siswa yang ditanyakan meliputi pendapat maupun komentar siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). 

M. Teknik Analisis Data 
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 
Analisis terhadap keefektifan pembelajaran matematika dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME), didukung oleh hasil analisis data dari 4 komponen keefektifan, yaitu: (1) hasil belajar siswa atau ketuntasan klasikal, (2) aktivitas siswa, (3) respon siswa, dan (4) aktivitas guru. Kegiatan analisis data terhadap keempat komponen itu adalah sebagai berikut:
Analisis data hasil belajar siswa
Data tentang hasil belajar siswa dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statistik deskriptif yaitu skor rata-rata dan standar deviasi, median, frekuensi, persentase, nilai terendah dan nilai tertinggi yang dicapai oleh siswa.
  • Analisis Data Aktivitas Siswa 
Data hasil pengamatan aktivitas siswa meliputi menghitung frekuensi rata-rata aspek tiap pertemuan dilakukan dengan cara menjumlahkan frekuensi aspek yang dimaksud dibagi banyak siswa yang diamati. Selanjutnya menghitung persentase aspek tiap pertemuan dilakukan dengan cara membagi frekuensi rata-rata aspek tiap pertemuan dengan jumlah frekuensi semua aspek pada pertemuan tersebut dan dikalikan 100%. Indikator keberhasilan aktivitas siswa dalam penelitian ini ditunjukkan dengan sekurang-kurangnya 75% siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. 
  • Analisis Data Aktivitas Guru 
Data hasil pengamatan aktivitas guru meliputi menghitung frekuensi rata-rata aspek tiap pertemuan dilakukan dengan cara menjumlahkan frekuensi aspek yang dimaksud dibagi banyak aspek yang diamati. Selanjutnya menghitung persentase aspek tiap pertemuan dilakukan dengan cara membagi frekuensi rata-rata aspek tiap pertemuan dengan jumlah frekuensi semua aspek pada pertemuan tersebut dan dikalikan 100%. Indikator keberhasilan aktivitas guru dalam penelitian ini ditunjukkan dengan sekurang-kurangnya 75% siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
  • Analisis Respons Siswa 
Kegiatan yang dilakukan untuk menganalisis data respons siswa adalah sebagai berikut:
  1. Menghitung banyak siswa yang memberi respons positif sesuai dengan aspek yang ditanyakan
  2. Menghitung persentase dari (1)
  3. Menentukan kategori untuk respon positif siswa dengan mencocokkan hasil persentase dengan kriteria yang ditetapkan.
  4. Jika hasil analisis menunjukkan bahwa respon siswa belum positif, maka dilakukan revisi terhadap perangkat yang tengah dikembangkan. Kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah 80% siswa yang memberi respon yang positif. 

DAFTAR PUSTAKA 
  • Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif). jakarta: Rajawalui Pers. 
  • Majid, Dalmays. 2007. Peningkatan Daya Serap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika Melalui Metode Pendekatan Realistik Kelas VIIA SMP Negeri Ma’rang Kabupaten Pangkep. Makassar: FMIPA UNM. 
  • Masykur, Moch., Halim, Abdul. 2007. Mathematical Intelligence. Jogjakarta: Ar-ruzz Media. Mulyatingsih, Endang. 2011. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
  • Salmah, Ummy. 2010. Efektivitas Pendekatan Pembelajaran Realistik Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Makassar: Skripsi FMIPA UNM.
  • Saputra, Khaeriadi. 20010. Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik Pada Siswa Kelas VII Smp Negeri 18 Makassar. Makassar: Skripsi FMIPA UNM.
  • Suherman, Erman. Dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA
  • Suyono, Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  • Tiro, Muhammad Arif. 2008. Dasar-Dasar Statistika, Edisi Ketiga. Makassar: Andira Publisher.
  • Tirtarahardja, Umar., La Sulo, S, L. 2010. Pengantar pendidikan. Jakarta: Penerbit FIP UNM Makassar.
  • Wahid Rauf, Abdul. 2011. Meningkatkab Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) Pada Siswa Kelas VII2 SMP Negeri 2 Polut Kabupaten Takalar. Makassar: Skripsi FKIP Unismuh.
  • Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • http://ironerozanie.wordpress.com/2010/03/03/realistic-mathematic-education-rme-atau-pembelajaran-matematika-realistik-pmr/. Diakses 18 Desember 2012.
  • http://www.masbied.com/2010/03/20/implementasi-pembelajaran-matematika-realistik-setting-kooperatif-materi-aritmetika-sosial-pada-siswa-kelas-vii-smp/#more-2405. Diakses 18 Desember 2012.
  • http://www.masbied.com/2010/03/20/pendekatan-pembelajaran-matematika-realistik/#more-2427. Diakses 18 Desember 2012.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Panjangnya postingannya :)
Salam kenal yah...

Anonim mengatakan...

cantiknya ini cewe